Sekilas tentang
Shalawat Tarhim
Menurut investigasi Mr. Google, shalawat ini pertama
kali dipopulerkan di Indonesia melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat),
Surabaya pada akhir tahun 1960′an. Penciptanya adalah Shaykh
Mahmoud Khalil Al Hussary, ketua Jam’iyyatul Qurro’ di
Kairo, Mesir. Bagaimana asal
mula ceritanya shalawat tarhim ini akhirnya bisa sampai ke musholla di
dekat rumah saya? Menurut Cak Nun Syaikh Al Hussary pernah berkunjung ke
Indonesia—misi belum diketahui, mungkin dalam rangka study tour—dan
beliau ‘dibajak’ di Lokananta, Solo untuk rekaman shalawat tarhim
ini. Demikian sekilas info
Syaikh
Mahmoud Al-Hussary (1917-1980, محمود
خليل الحصري)
adalah ulama lulusan Universitas Al-Azhar dan merupakan salah satu Qâri’
(pembaca Quran) paling ternama di jamannya, sampai-sampai ia digelari Shaykh
al-Maqâri (sing ahli qiroah). Syaikh Al-Hussary dikenal karena
kepiawaiannya dalam membaca Qur’an secara tartîl. Ia mengatakan bahwa membaca
Qur’an bukan semata-mata tentang irama (lagu) atau seni bacaannya, yang paling
penting adalah tartîl: memahami bacaan Qur’an dengan baik dan benar, yaitu
melalui studi kebahasaan (linguistik) dan dialek Arab kuno, serta
penguasaan teknik pelafalan huruf maupun kata-perkata dalam Quran. Dengan
begitu bisa dicapai tingkat kemurnian (keaslian makna) yang tinggi dalam
membaca Al-Qur’an.
Pantes
saja setiap kali dengar shalawat tarhim bawaannya pengen meweks mulu.. jadi
ingat kezuhudan, kemurah hatian dan kemuliaan akhlak Nabi (T__T). Menurut saya shalawat
tarhim adalah salah satu karya terbaik Syaikh Hussary, buktinya sampai sekarang
masih eksis diputar di masjid-masjid dan musholla di pelosok Indonesia.
Shalawat ini selalu berhasil mengingatkan saya bahwa tak berguna sama sekali
yang namanya sombong, riya’ dan kekayaan duniawi jika dibandingkan dengan
keteguhan iman serta keikhlasan hati dalam mentaati perintah Nya (memang tak
mudah, tapi harus diniatkan dan diupayakan sekuat tenaga). Cak Nun pernah
membahas secara khusus tentang shalawat tarhim ini dalam sebuah pengajian,
beliau juga mbrebes mili waktu membacakannya (bisa dilihat di sini).
Video qiraah
Syaikh Al-Hussary di Masjid Namirah, Mekkah (1958)
Bagi saya
shalawat tarhim karya Syaikh Al-Hussary memang khas, sangat berkesan dan
enak sekali didengar. Khas karena shalawat ini identik dengan
suasana subuh, dan (mungkin) hanya populer di Indonesia; berkesan karena
mengingatkan saya kepada beberapa hal:
- Surau
(langgar) di depan rumah lama saya, namanya “Darussalam”. Di
surau ini saya mulai belajar membaca Al-Qur’an dan Tajwid.
- Bulan
Puasa (Ramadhan), terutama saat makan sahur. “Poro bapak
poro ibu monggo enggal-enggal sahur sakmeniko imsak kirang 10 jam”
- Nenek
saya yang dulu sering membangunkan saya (waktu masih kecil) untuk sholat
subuh berjamaah di surau depan rumah. Semoga Allah mengampuni
dosa-dosanya serta memberinya tempat yang lapang di sisiNya. Amiin.
- Kisah hidup dan kemuliaan
akhlak Nabi Muhammad saw. Shalawat tarhim ini berisi pujian kepada Nabi,
lirik dan irama bacaannya sangat indah dan menyentuh hati.
Lirik
shalawat tarhim:
Ash-shalâtu
was-salâmu ‘alâyk
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral hudâ yâ khayra khalqillâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral haqqi yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ Man asrâ bikal muhayminu laylan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
Wa taqaddamta lish-shalâti fashallâ kulu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman wa sai’tan nidâ ‘alaykas salâm
Yâ karîmal akhlâq yâ Rasûlallâh
Shallallâhu ‘alayka wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral hudâ yâ khayra khalqillâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshiral haqqi yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ Man asrâ bikal muhayminu laylan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
Wa taqaddamta lish-shalâti fashallâ kulu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman wa sai’tan nidâ ‘alaykas salâm
Yâ karîmal akhlâq yâ Rasûlallâh
Shallallâhu ‘alayka wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în
Arti
(terjemahan) shalawat tarhim:
Shalawat
dan salam semoga tercurahkan padamu
Duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sitratul Muntaha karena kemuliaanmu
Dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu.
Duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamu
Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sitratul Muntaha karena kemuliaanmu
Dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya Rasulullah
Semoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu.
Kesimpulan:
Shalawat
tarhim ini enak didengarkan kapan saja, menurut saya yang paling enak pas malam
hari atau menjelang subuh. Manfaat yang didapat dari mendengar shalawat tarhim,
selain membangkitkan keterikatan emosional antara diri kita dengan Nabi saw,
menenangkan pikiran yang jenuh dan hati yang kalut, juga bisa sebagai tombo
kangen keluarga di rumah (di desa, kampung) dan orang-orang tercinta yang
sudah tiada