HIKAYAT SANG MATA
Malam ba’da Isya seorang ibu muda berkonsultasi kepada dokter tentang kesehatannya yang semakin hari menurun hingga mudah lelah, konsentrasinya tidak fokus dan cenderung lamban mengambil keputusan sehingga mempengaruhi kinerjanya dikantor.
Pasien : Dok kenapa saya akhir-akhir ini mudah sekali lelah dan kehilangan fokus dalam pekerjaan dan tidak jarang mudah emosional karena hal sepele?
Dokter : baik ibu.. sebelum saya periksa, boleh tau berapa jam ibu istirahat dalam sehari?
Pasien : tidak tentu dok.. terkadang empat sampai lima jam atau bahkan kurang
Dokter : apa itu dalam satu waktu istirahat?
Pasien : tidak itu adalah akumulasi dari jam istirahat saya
Dokter : Baik.. sebaiknya dalam satu minggu ini ibu usahakan dapat beristirahat cukup dengan rentang waktu istirahat 7-8 jam. Karena keluhan yang ibu alami bersumber dari pola istirahat yang kurang dan tidak teratur.
Pasein : wah sesederhana itukah dok..
Dokter : yap.. Insya Allah cepat sembuhnya
Si Ibu muda pun pamitan pulang ke rumah walau sesekali masih menampakkan ketidak percayaan atas saran sang dokter
(Dalam dimensi tubuh terjadi perdebatan panas antar anggota tubuh setelah temu konsultasi antara dokter dan sang ibu muda)
Mulut : ini semua karena bersumber dari si mata yang tidak mau beristirahat (dengan nada ketus)
Tangan : iya tuh benar kalau saja si mata (sambil mengacung tangan kearah si mata) mau istirahat mana mungkin saya terus bekerja, seharian memeriksa tugas yang seabrek.
Mata : kenapa harus saya yang dituduh bersalah?
Kaki : hei mas bro.. ente denger ga tadi apa kata dokter? Harus banyak istirahat biar ga cepat capek, pegal-pegal.. istirahatkan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) ente! kalau ente merem yang lain juga bakal istirahat dong
Mata : wah ga segampang itu ang.. saya sih sudah melaksanakan tugas yang di amanatkan yaitu merem waktu si mulut sudah ngasih aba-aba nguap.. tapi apa ya iya kalau saya merem trus otomatis langsung istirahat.
Tangan : ya harusnya gitu dong..
Mata : masa sihh.. kemarin waktu saya udah merem, tapi ente masih aja mencet-mencet HP bales comment di status, belum lagi kalau group di WA (whatsapp) lagi rame. Padahal saya sudah merem lo
Tangan : eh jangan fitnah dong.. itukan bukan saya itu gara-gara sikuping yang dengar ringtone hapenya si boss trus jadi kebangun deh
Kuping : lo.. eke kok dibawa-bawa seh.. eke mana tau urusan lo semua.. (dengan nada tinggi)
Pet................. tiba-tiba suasana menjadi gelap kemudian sunyi, tetapi perlahan demi perlahan menjadi terang kembali, kondisi menjadi tampak aneh karena percis suasana pengadilan. Tampak pemilik si ibu muda duduk dikursi pesakitan, sedangkan di kursi saksi ada si mata, tangan, kaki dan telinga dan tubuh. Sedangkan si mulut tidak tampak disana.. kemudian terdengar hakim mulai persidangan
Hakim : Hei anggota tubuh apakah selama engkau di bawah kepemimpinan tuanmu ini (sambil menunjuk ibu muda) telah melaksanakan kewajibanmu?
semua : iya.........(kompak dengan percaya diri menjawab)
Hakim : sekarang satu-satu jelaskan kewajiban yang sudah kalian lakukan.. mulai darimu hai kaki
Kaki : saya sudah melangkah dengan sigap menuju arah yang diinginkan oleh majikanku (ibu muda) hingga dibisa bertemu dengan orang-orang penting dan menghadiri banyak acara dan kegiatan, disana dia disanjung karena tepat waktu
Tangan : saya sudah menyelesaikan kewajiban dengan menuntaskan tugas-tugasnya, baik itu ringan maupun berat mulai mengangkat lembar-lembar kertas kantornya. Mengetik hingga memasak
Mata : aku sudah menyelesaikan kewajibanku dengan dengan memanjakan majikan dengan warna gambar, simbol dan sketsa yang dapat di cerna dan pahami sehingga dia bisa dengan mudah memahami pesan dan membalas pesan didalamnya, termasuk tidur.. walau sedikit
Telinga : kewajiban eke menyampaikan bunyi yang kemudian eke transfer ke otaknya majikan makanya dia bisa dengan mudah berkomunikasi
Hakim : baiklah... apakah hak-hak kalian telah di penuhi?
Semua : TIDAAAK yang Mulia (serentak tanpa di komando)
Hakim : Mana Hak kalian yang tidak di penuhi
Semua : hak Istirahat (kompak)
Hakim : hai mata.. bukankah istirahat itu tugas pokokmu.. jangan-jangan ini karena kelalaianmu
Mata : yang mulia hakim.. memang benar secara umum bahwa istirahatnya tubuh disimbolkan dengan terpejamnya kelopakku dalam tidur yang nyenyak. Tetapi saya bukanlah satu-satunya penentu terjadinya istirahat itu, saya hanya bagian kecil dari proses beristirahat.
Waktu di dunia saya selalu diposisikan sebagai tertuduh, biangkerok penyebab sakitnya tubuh ini gara-gara kelopakku gak mau merem di malam hari, bahkan teman-temanku (mulut, telinga,kaki, tangan) dengan mudahnya menuduhku sebagai sumber sakitnya anggota tubuh ini karena tidak terpenuhinya istirahat mereka.. hal ini diperparah dengan sikap si ibu muda, ‘pemilik’ tubuh ini yang menimpakan semua tanggungjawab tersebut kediriku dengan dalih bahwa itu semua adalah tugas dan kewajibanku sehingga apabila saya tidak bisa memejamkan kelopakku maka semua adalah salahku, dan bukan kesalahan dari sang ‘pemilik’ tubuh.
Yang mulia Hakim.. jikalau benar sakit itu bersumber dari kinerjaku yang lemah kenapa tidaklah sedikitpun sang pemilik tubuh bertanya dan berbicara kepadaku tentang kenapa semua kewajibanku menjadi tidak terlaksana dengan baik sehingga aku bisa menjelaskan dan mendapat masukkan darinya.. dia hanya mendengarkan dari si mulut sang juru bicaranya yang bisa jadi itu benar dan bisa juga salah. Sang ‘pemilik tubuh’ tidaklah pernah merasakan betapa sulitnya menjalankan kewajiban menutup kelopakku di jam-jam yang saatnya seluruh tubuh mendapatkan haknya beristirahat, terlebih ketika teman-temanku (telinga, mata dan tangan) masih tetap ditugaskan bekerja, setiap aku paksakan menutup kelopakku sekuat itu pula dia memerintahkan tangan agar ‘memaksa’ku terbuka.. aku pun harus menahan tangis diantara mejalankan kewajibanku atau patuh dengan ‘pemilik’ku.
Hakim : stop dulu.. saya mau tanya sama sitangan dan kaki, apa betul begitu hai tangan?
Tangan : enggih yang mulia hakim..
Hakim : hei kaki kenapa kamu ikut nimbrung menghakimi si mata? Kamukan ga tau persoalan?
Kaki : katanya sih biangkeroknya si mata,, saya jg emosi yang mulia karena gara-gara kurang istirahat akhirnya saya jadi kebanyakan jalan dan kerja jadinya betis saya jadi kena parises..
Hakim : kata siapa? emang ente yakin? udah ngobrol langsung sama si mata?
Kaki : enggak
Hakim : lanjutkan hei mata apa yang dilakukan si ibu muda ini kepadamu
Mata : aku harus akui bahwa si ibu muda sebagai ‘pemilik’ku senantiasa menghiasi diriku ketika pagi hari agar aku tetap tampil indah dan berbinar tetapi itu tidaklah menjadikan penat dan pegal ditubuh sirna karena memang hak-hak istirahat tidak terpenuhi sebagaimana mestinya.. kondisi retinaku telah lemah dan tidak lagi seperti dulu yang masih terang dan jeli melihat. Tetapi itu tidak menjadikanku mengeluh dalam bertugas.. walaupun saya sadari ambang batas kemampuan retinaku akan semakin menurun tajam karena karena berkurangnya hak istirahatku.
saya sedih bukan karena perlakuan ‘pemilikku’ terhadap diriku didunia karena menuduhku sepihak dengan mengatakan bahwa aku tidak dapat tidur tepat waktu sehingga akhirnya kebablasan hingga larut malam, sekalipun itu menyakitkan karena sekalipun dia tidak pernah mencari kebenaran itu, tetapi yang lebih saya sedih lagi adalah..
ketiadaberdayaanku untuk menyampaikan bahwa setiap hak itu adalah keniscayaan yang harus dipenuhi hingga ia tertunaikan, alasan cuci tangan dalam memenuhi hak itu akan menjadi nilai hutang yang akan berakibat pada lemahnya sendi-sendi tubuh.
ketiadaberdayaanku untuk mengingatkannya bahwa akan tiba masa pengadilan Sang Maha Pengadil.. dimana semua tanggungan akan menuntut hak-hak mereka yang belum terbayarkan dan si ibu muda sang majikkanku ini akan menjadi pesakitan karena statusnya.
Ketiadaaberdayaanku untuk tetap mengingatkan ditengah cibiran teman-temanku sendiri..
Hakim : Hai mata.. apa yang kau inginkan darinya majikannmu? Apakah kau ingin ibu muda ini dihukum atas kelalaiannya dalam memperhatikan hak-hak kalian?
.........................................suasana perlahan bergerak buram temaram cahaya masuk kesela-sela mata sayup-sayup azan subuh terdengar.........................
Mulut sang ibu muda bergerak sambil berkata lirih : ‘’Duhai tubuh amanat Tuhanku... Maafkan aku yang telah lalai atas hak hak kalian, duhai mata maafkan aku atas segala yang telah dilakukan teman-temanmu karena ini semua ini adalah tanggung jawabku sebagai ‘pemimpin’ kalian semua, tidak pantas aku melimpahkan tanggungjawab besar ini kepada engkau sendiri”
kata kata lembut penuh kerendahan diri dari si ibu muda tak terasa mengalirkan air mata keharuan ditepi kelopak mata yang menyiratkan simbol-simbol kepasrahan dan keikhlasan.
فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ (حديث)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar